Selasa, 15 Januari 2008

Hidup tidak Sekedar Hidup

Sebenarnya ungkapan ini hanya untuk menyentuh naluri kemanusiaan kita. Fitrah penciptaan kita adalah hanya sekali hidup. tidak ada satu pun manusia yang kelak akan menjalani kehidupan untuk yang ke-2 kali di dunia fana ini, kecuali atas kehendak Allah SWT. maka alangkah celakanyanya kalo ternyata kita menyia-nyiakan kesempatan hidup ini. kita akan rugi besar kalo hidup kita biasa2 saja, artinya hanya datar2 saja tanpa memberi arti sesuai dengan tuntunannya.

Maka....adalah suatu keniscahyaan untuk membuat hidup kita lebih hidup. percuma kalo hidup kita hanya disibukan dengan rutinitas makan-tidur dan aktivitas laen yang kurang berguna. bila seperti itu, apa bedanya hidup kita dengan binatang.

Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa sebaik2 manusia adalah yang bisa memberi manfaat kepada orang lain. kehadiran di dunia ini bener2 membawah perubahan yang positif sebagaimana kehadiran nabi membawah perubahan masyarakat dari zaman jahiliyah menuju pencerahan ummat.

Masing2 dari kita adalah duta pembaharu yang akan memberi warna lebih indah di kehidupan dunia ini. diri kita adalah khalifah di muka bumi yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.

Maka sejatinya,,, mulailah untuk mengoreksi diri kita masing2. sejauh mana kita bisa memberi manfaat kepada orang laen dan alam tempat kita hidup ini. itu yang akan menentukan status hidup kita.

Aa' Gym pernah meminjam istilah Emha Ainun Nadjib untuk menetukan status kemanusiaan. Istilahnya, ada manusia WAJIB, manusia SUNNAH, manusia MUBAH, manusia MAKRUH, dan manusia HARAM.

Manusia wajib ditandai keberadannya sangat dirindukan, sangat bermanfat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya kepincut. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya amanah terhadap tanggungjawab yang dipikulnya, dia seorang jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. lebih banyak berbuat daripada berbicara. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, bisa menahan dan mengendalikan diri, sabar serta penuh kasih sayang. Intinya : Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat bagi orang lain.

Orang yang sunah, keberadaannya bermanfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam.

Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di ada atau tidak sama saja. Ada dan tiadanya tidak membawa mamfaat, tidak juga membawa mudharat.

Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang.

Orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri.

So, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita sebagai manusia wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Apakah masyarakat merasa mendapat mamfaat dengan kehadiran kita?

1 komentar:

Unknown mengatakan...

artikel yang sangat menarik, ternyata saya adalah manusai haram bang. terus berkarya bang